Asyiknya minggu ini kita nonton Atraksi lumba-lumba, pasti bikin fresh fikiran dan ketawa terus,
siapa tidak kenal lumba-lumba?
Lumba-lumba adalah hewan yang selalu menarik perhatian kita sedari kecil. Penggambaran sifatnya yang ramah, suka membantu manusia, sampai persahabatannya dengan bocah kecil di film Dolphin Tale memang menarik hati. Melihatnya berhasil melewati lingkaran atraksi dan menuruti perintah pawang membuat kita berteriak kegirangan.
Tapi tahukah kamu kalau atraksi lumba-lumba sebenarnya menyisakan berbagai tindak kurang manusiawi di baliknya? Saat kita bahagia melihat mereka berloncatan ke sana kemari, si hewan laut nan ramah itu justru sedang kehilangan naluri hidupnya — demi memuaskan hasrat kita sebagai manusia.
Atraksi lincah lumba-lumba yang melompat ke udara sebenarnya melibatkan diet ketat di baliknya. Mereka dibuat lapar, dipaksa bergerak sesuai arahan, demi mendapatkan ikan yang tak begitu segar
atraksi lumba-lumba harus dihentikan
atraksi lumba-lumba harus dihentikan
Dalam ingatan kita pasti pernah ada rekaman bahwa lumba-lumba adalah binatang yang lucu. Gak jarang kita akan tertawa girang saat melihat mereka bergaya di atas kolam. Padahal tanpa pernah kita tahu, proses melatih mereka untuk bergerak sesuai arahan sesungguhnya tak begitu lucu.
Menurut observasi dari JAAN (Jakarta Animal Aid Network), lumba-lumba sirkus akan dilatih dengan sistem reward and punishment. Pelatih akan membiarkan lumba-lumba merasa lapar, jika tidak menuruti perintah. Para pelatih juga akan memaksa lumba-lumba melompat dan mengikuti intruski dengan iming-iming beberapa ikan yang sudah tidak segar sebagai bayaran.
Diet ketat seperti ini, harus dijalani para lumba-lumba demi mengisi kantong para penyelenggara acara. Hal ini tentu saja melanggar aturan animal walfare yang sudah dirancang bersama oleh seluruh penduduk dunia.
Kolam tempat mereka melakukan atraksi juga jauh dari habitat asli. Tak hanya sempit, kesehatan penglihatan mereka pun terancam di sini
Lumba-lumba hidup di kolam yang sempit
Lumba-lumba hidup di kolam yang sempit
Secara alami lumba-lumba adalah penjelajah yang berenang aktif hingga ratusan kilometer dalam sehari. Namun saat menjadi anggota atraksi, mereka justru harus tinggal di kolam setidaknya selebar 10 meter x 20 meter. Dan itu pun masih harus berbagi dengan dua hingga empat ekor lumba-lumba lainya.
Jika ada yang mengatakan atraksi lumba-lumba adalah salah satu bentuk kepedulian demi menjaga kelestarian mereka mari kita lihat fakta di baliknya.
Alih-alih menempatkan mereka pada kolam yang berisi air laut, para penyelenggara sirkus justu menempatkan mereka pada kolam berisi air tawar yang dicampur garam dan klorin. Padahal, klorin bisa mengakibatkan mata lumba-lumba menjadi rabun hingga menjadikan mereka mengidap kebutaan.
Jika bisa bicara lumba-lumba tak akan bahagia mendengar kita menyorakinya. Riuh suara penonton justru membuat mereka terkena gangguan resonansi, yang bisa berujung pada akhir yang tragis: mati
Tidak dapat dipungkiri, lumba-lumba masuk dalam jajaran hewan cerdas karena banyak hal. Selain karena kapasitas otak yang lebih besar dibandingkan simpanse, mereka juga bisa mendeteksi keberadaan lumba-lumba lain pada jarak 220 km dengan sistem sonarnya. Mereka akan melihat dan berkomunkasi dengan menggunakan getaran suara yang merambat di perairan yang tenang.
Nah, ternyata suara tepuk tangan dan riuh tawa para penonton bisa mengganggu keseimbangan indera pendengaran lumba-lumba yang juga berfungsi sebagai indera penghlihatan mereka. Gangguan resonansi yang datang dari riuh rendah penonton di sekeliling bisa membuat lumba-lumba mudah stres, hingga berujung pada kematian.
Membiarkan lumba-lumba jadi penampil dalam atraksi sama saja memisahkan mereka dari koloni. Kita memaksa mereka hidup sepi — hanya untuk menerima perlakuan yang sesungguhnya keji
Secara alami, lumba-lumba menerapkan pola hidup berkoloni. Mereka akan berkenalan dengan lumba-lumba lain, mencari makan bersama, dan gotong royong untuk tetap hidup. Selain itu, mereka juga suka berkelana, memisahkan diri, dan kemudian masuk kedalam komunitas baru. Karena tingkat sosial yang tinggi, lumba-lumba juga bisa disebut sebagai penjelajah samudra yang handal.
Namun, hidup alaminya akan terpasung saat mereka dijadikan bintang sirkus. Dalam proses training mereka terpaksa hidup di kolam sempit bersama 2-3 lumba-lumba lain. Proses perpindahan dari satu lokasi atraksi ke lokasi lain juga bukan dengan berenang, melainkan diangkut dalam kotak sempit yang dimasukkan dalam truk. Bahkan kulit mereka pun harus dilapisi mentega agar tetap lembab, ditutupi handuk basah, sambil sesekali disiram air. Terbayang ‘kan betapa perlakuan ini amat jauh dari habitat asli mereka?
Tindakan ini jelas-jelas bukan upaya pelestarian, melainkan sebuah aksi yang menyebabkan lumba-lumba stres berkepanjangan.
Omong kosong jika kita berlindung di bawah alasan edukasi. Nilai pendidikan seperti apa yang ada di balik penyiksaan hewan? Apa yang hendak dibanggakan dari sebuah pertunjukan yang berlumur penyiksaan?
Adakah nilai edukasi dalam atraksi lumba-lumba?
Gak sedikit orang bebal yang akan berkata bahwa,
“Bagaimana anak-anak bisa mengenal lumba-lumba jika atraksi dan sirkus lumba-lumba dilarang?”
Padahal, jika dikaji lebih dalam tidak ada sedikitpun unsur pendidikan dalam setiap atraksi yang lumba-lumba mainkan.
Apakah dalam sirkus lumba-lumba para instruktur memberi pengatahuan bahwa lumba-lumba akan memberikan karangan rumput laut untuk para betinanya sebelum mereka melakukan perkimpoian? Apakah para instruktur menerangkan bagaimana mereka menjaga anaknya? Apakah kamu diberitahu lumba-lumba melompat hanya untuk mengambil nafas? Apakah penyelenggara menjelaskan bahwa mereka saling bercanda dengan lumba-lumba lain dengan suara ultrasoniknya? Apakah kamu diberi tahu bahwa lumba-lumba sangat cerdas dan mampu mengenal kawannya yang sudah 20 tahun tidak berjumpa?
Atraksi dan sirkus lumba-lumba sebenarnya tak lebih dari manifestasi ketamakan manusia yang ingin segalanya terlihat indah di sekelilingnya.
“Lalu apa yang kita pelajari dari mereka bermain bola dan melompat di dalam lingkaran api?”
Tak ada sama sekali.
Tidak malukah kita sebagai negara yang jadi pusat keragaman biota laut dunia, tapi juga jadi satu-satunya negara yang masih melegalkan atraksi lumba-lumba?
Lumba-lumba yang bahagia yang di habitat sebenarnya
Lumba-lumba yang bahagia yang di habitat sebenarnya
Sudah menjadi rahasia umum bahwa Indonesia adalah surganya keindahan bawah laut. Banyak sekali perairan laut yang punya pemandangan mempesona. Sampai-sampai, para pecinta keindahan laut dunia rela mengeluarkan uang agar bisa datang berbondong-bondong ke sini demi menikmatinya. Tapi ironisnya, kenapa kita justru menjadi sau-satunya negara yang masih mengadakan atraksi lumba-lumba di kolam buatan?
“Indonesia adalah negara terakhir yang masih memperbolehkan sirkus lumba-lumba diadakan dari satu kota ke kota lain. Banyak lumba-lumba sirkus yang mati karena stres, keracunan klorin, hingga karena perawatan yang kurang baik.”
Tanpa harus menyiksa mereka dalam proses training sebelum atraksi sebenarnya ada banyak cara menikmati keindahan dan kelucuan lumba-lumba di lautan lepas. Pantai Lovina di Bali, Teluk Kiluan, dan Pantai Manado Tua hanyalah 3 tempat di antara sekian banyak surga kecil di Indonesia tempatmu bisa menyapa dan menemukan mereka. Tanpa harus menyisakan jejak siksa.
Lumba-lumba adalah makhluk lucu dan cerdas yang harus kita lestarikan. Jika kamu ingin berhenti membuatnya tersiksa demi kepentingan ekonomi semata, mulai sekarang berhentilah mengajak keponakan, adik, teman, atau anakmu menonton atraksi sirkus lumba-lumba yang masih sering diadakan.
Toh sebenarnya kamu bisa menemui mereka beratraksi dengan lincah di perairan lepas Indonesia yang dipawangi Tuhan.==
terkadang untuk menadapatkan nafkah seseorang pasti akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya. termasuk dengan cara mengekploitasi lumba - lumba. nah orang - orang yang seperti ini yang harusnya dibinasakan. thanks gan udah share
ReplyDeleteia gan, dan seharusnya pemerintah juga lebih ada pandangan kesini terutama dinas dinas terkait seperti dinas perikanan dan pendidikan,
Delete