Breaking News
recent

Perjuangan Tanpa Henti Demi Kelangsungan Hidup Orangutan Sumatera

Selamat Malam gan,
Tulisan ini saya Copy Paste daru Thread Kaskus, bodo amat masalah Copyright niat ane disini cuman Baik,



Indonesia mendapat julukan Zamrud Katulistiwa tentu saja bukan tanpa alasan. Negara kita adalah salah satu negara yang memiliki wilayah luas, khususnya hutan dan laut berikut kekayaan dan keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya. Sampai-sampai salah satu pulau besar di Indonesia dijuluki sebagai “paru-paru dunia”, bagaimana tidak.. hutan hujan tropis yang kita miliki adalah salah satu aset berharga yang tak ternilai harganya, hutan tidak hanya memberikan oksigen yang kita hirup setiap hari, membantu menyeimbangkan kondisi planet tempat kita tinggal ini, hutan juga adalah tempat tinggal atau rumah bagi banyak spesies hewan dan tumbuhan, pembakaran dan penebangan hutan yang terjadi setiap tahun di Indonesia sungguh adalah berita yang sangat tidak menyenangkan, tidak hanya keseimbangan ekosistem yang terganggu, melainkan juga kelangsungan hidup satwa-satwa yang ada di dalamnya, yang mana mereka juga adalah aset kita yang tak ternilai harganya. Juga merupakan warisan untuk anak cucu kita di masa depan. Beberapa orang yang peduli akan hal-hal semacam itu terus berjuang gigih sekuat tenaga, beberapa dari mereka melalui perjuangan yang penuh rintangan bahkan gagal, namun tidak sedikit juga yang berhasil dan terus berusaha menyeimbangkan keadaan, dan Panut Hadisiswoyo adalah salah satunya.


15 tahun menjadi pendiri sekaligus pemimpin lembaga konservasi Yayasan Orangutan Sumatera Lestari (YOSL) / Orangutan Information Centre di Sumatera, ia terus berjuang untuk hutan Sumatera dan orangutannya, demi menyelamatkan spesies-spesies yang terancam punah khususnya di Ekosistem Taman Nasional Gunung Leuser. Sebagai salah satu hutan hujan tropis dataran rendah terbesar di Asia, Leuser bukan hanya rumah untuk orangutan, tetapi juga untuk spesies terancam punah lain seperti badak, harimau, dan gajah. Ekspansi perkebunan kelapa sawit telah merusak habitat satwa-satwa tersebut. Hal itu mendorong Panut untuk melahirkan kader-kader yang mau dan sanggup berkomitmen untuk memulihkan dan melindungi yang tersisa dari hutan.
"Ketika Anda mendengar Panut bercerita tentang pekerjaannya, sangat mungkin untuk merasa optimis, tetapi juga prihatin, tentang masa depan hutan Sumatera," ungkap Christina Nunez dari National Geographic.


Panut tinggal tak jauh dari Ekosistem Leuser. Ketika masih di sekolah tinggi, datang ke hutan adalah hal biasa. Hutan seolah-olah memanggilnya. Ia menuturkan, "Saya tinggal di Kota Medan, dan hutan itu berjarak sekitar 2 jam dari situ. Ketika saya melihat cahaya-cahaya di kota besar, rasanya hidup ini membosankan. Tetapi ketika saya melihat ke hutan, pohon-pohon besar nan megah, hewan-hewan hidup bersama dalam harmoni, saya terkesan dan kagum dengan keajaiban itu." Awal ketertarikan panut terhadap orangutan bermula ketika ia lulus dari universitas. Saat itu Panut mendapat kesempatan untuk bergabung dengan tim Ekosistem Leuser di Aceh. "Sejak saat itulah, saya benar-benar jatuh cinta dengan hutan," ungkap Panut.




Kebetulan di sana, Panut bertemu dengan orangutan betina yang datang menghampirinya dengan jarak yang cukup dekat, tak sampai 10 meter. "Kami melakukan kontak mata cukup lama. Saya benar-benar penasaran kenapa orangutan ini mendekati saya," tuturnya.
Saat itu, Panut merasa dirinya seolah sedang bercakap-cakap dengan orangutan itu. "Dia seperti ingin menyampaikan pesan: 'tolong bantu'. Dari situ, saya semakin ingin tahu tentang kehidupan orangutan dan ingin melakukan sesuatu untuk menolong mereka," ujar Panut.


Bagi Panut, orangutan adalah hewan yang paling cerdas di dunia. Mereka sangat cerdik dalam menggunakan peralatan, membuat sarang dari tumbuh-tumbuhan dan dapat beradaptasi dengan sangat baik. Ia mengungkapkan, "Banyak hal yang benar-benar membuat saya takjub, terutama bagaimana ibu orangutan mengajarkan bayinya untuk bertahan hidup di hutan, memiliki keterampilan, memanjat pohon, dan menemukan makanan. Bayi orangutan hidup dengan ibu selama enam sampai delapan tahun hanya untuk belajar bagaimana bertahan hidup di hutan. Mengamati dan melihat hubungan semacam itu merupakan hal yang indah."




Tidak hanya itu, orangutan merupakan mamalia arboreal terbesar. Mereka menghabiskan sebagian besar waktu di pohon-pohon. Mereka makan banyak buah-buahan berbiji. Itu berarti mereka menyebarkan benih dan mereka benar-benar membantu regenerasi pohon di hutan.
Ketika mereka berpindah dari satu pohon ke pohon lain, itu membuat sinar matahari bisa mencapai tanah hutan sehingga membantu pepohonan kecil lain yang membutuhkan sinar matahari. "Orangutan adalah petani hutan terbaik di planet ini, karena mereka tetap membantu regenerasi hutan. Ada begitu banyak hal yang membuat mereka istimewa," tukasnya.


 


Yayasan yang dipimpin Panut telah memulihkan 500 hektar hutan yang terdegradasi dan tengah memulihkan 500 hektar lebih kawasan hutan lain. Prosesnya yang memakan waktu lama tidak membuat Panut serta merta menyerah. “Sebenarnya saya juga pernah putus asa melihat kerusakan hutan Sumatera. Tetapi jika tidak melakukan sesuatu walaupun hanya hal kecil, saat itulah kehancuran yang sebenarnya akan terjadi,” katanya.







Panut yang memenangkan hadiah 35.000 Pound pada Whitley Award di London untuk perjuangan konservasi Orangutan di Sumatera Utara mengatakan bahwa pembangunan akan menjadi bencana bagi populasi orangutan yang tersisa di Sumatera. “Rencana tata ruang harus direvisi ulang demi ekosistem Leuser sehingga pembangunan dapat berjalan seiring dengan tujuan misi konservasi di Sumatera”, kata Panut.



Jika rencana itu disetujui, pembuatan jalan akan menghubungkan pantai bagian barat dan timur di Aceh, memutuskan ekosistem di sembilan tempat. Panut juga berkata bahwa pembabatan hutan karena jalan raya dan perkebunan berarti sebagian besar pohon yang dihuni orangutan harus ditebang, dan itu semakin membuat orangutan rentan terhadap perburuan. Akhirnya, kelompok-kelompok kecil akan terpisah dan secara genetik akan terisolasi dan membuat kelangsungan hidup mereka tidak bisa dipertahankan.


 

Sebuah studi dan penelitian terakhir yang telah dilakukan memperkirakan rencana pembangunan jalan dan bangunan oleh pemerintah Aceh, perkebunan, perburuan, dan penebangan yang akan dilakukan akan mengakibatkan hilangnya sedikitnya seperempat dari 6.600 populasi orangutan Sumatera yang tersisa pada tahun 2030.


Tahun lalu, 1,3 Juta orang menandatangani sebuah petisi yang meminta Presiden Indonesia agar menolak rencana tata ruang tersebut, yang telah diperjuangkan oleh Presiden Aceh meskipun klaim konservasionis itu melanggar hukum Aceh. Panut Hadisiswoyo juga meminta pemerintah Indonesia untuk menerapkan moratorium penebangan dan ijin baru untuk perkebunan kelapa sawit.




Alasan-alasan itulah yang membuatnya terus berjuang menyelamatkan ekosistem hutan Sumatera. Bersama dengan rekan dan masyarakat setempat, mereka bekerja secara intensif untuk membuat orang lain mengerti bahwa hutan adalah sumber kehidupan, baik bagi hewan maupun manusia disekitarnya. Tidak hanya masyarakat lokal namun pemerintah juga harus memahami bahwa Ekosistem Leuser memberikan nilai ekonomi yang besar dan tidak dapat diganti dengan bentuk lain, bahkan perkebunan sekalipun.

 



Unknown

Unknown

Post Comment

No comments:

Post a Comment

Kalau komentar yang bener kan udah pada gede
sesuaikan pada isi artikel

Powered by Blogger.